Mengatasi Inflasi & Riba Dengan Dinar Dirham

Mengatasi Inflasi & Riba Dengan Dinar Dirham

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Emas memberikan “nilai” pada suatu mata uang dan juga akseptabilitas tingkat penerimaan (tingkat penerimaan masyarakat)di tempat lain .Dalam hal ini, sejarah perekonomian Kerajaan Byzantium menarik untuk dipelajari .Byzantium berusaha keras untuk mengumpulkan emas dengan melakukan ekspor komoditasnya sebanyak mungkin ke negara-negara lain dan mencegah impor dari negara-negara lain agar dapat mengumpulkan emas sebanyak –banyaknya .Tetapi apa yang terjadi kemudian? Pada akhirnya orang-orang harus makan ,membeli pakian ,mengeluarkan biaya transportasi ,serta juga menikmati hidup sehingga mereka akan membelajakan uang emas (kekayaan) yang dikumpulkan tadi,sehingga akhirnya malah menaikkan tingkat harga sendiri .
Pada saat tingkat harga secara umum naik ,pembeli harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk jumlah barang dan jasa yang sama .Dengan kata lain,inflasi tidak akan berlanjut jika tidak “dibiayai”dengan berbagai cara .Jika konsumen tidak dapat menemukan uang lebih untuk membeli barang demi mempertahankan tingkat pembelajaanya,mereka akan membatasi pembelian dengan membeli lebih sedikit yang kemudian pada akhirnya akan membatasi kemampuan penjual untuk menaikkan harga.
Kaum monetaris berpendapat bahwa Revolusi Harga tidak akan terjadi jika tidak dibantu oleh kenaikan penawaran uang yang berasal dari bullion emas dan perak yang diproduksi oleh “New York” yang walaupun banyak juga emas dan perak tersebut akhirnya ditumpuk oleh pribadi/insitusi sehingga keluar dari sirkulasi.
Riba memiliki sejarah yang sangat panjang dan prakteknya sudah dimulai semenjak bangsa Yahudi sampai masa Jahiliyah sebelum Islam dan awal-awal masa ke-Islaman. Padahal semua agama Samawi mengharamkan riba karena tidak ada kemaslahatan sedikitpun dalam kehidupan bermasyarakat. Allah SWT berfirman:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لاَ يَقُومُونَ إِلاَّ كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ
مِنَ الْمَسِّ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُواْ إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا وَأَحَلَّ اللّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
“Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. (QS. Al-Baqarah : 275)”
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ اتَّقُواْ اللّهَ وَذَرُواْ مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُواْ فَأْذَنُواْ بِحَرْبٍ مِّنَ اللّهِ وَرَسُولِهِ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُؤُوسُ أَمْوَالِكُمْ لاَ تَظْلِمُونَ وَلاَ تُظْلَمُونَ
“Artinya : Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (QS al-Baqarah 276, 278, 279)

Dengan alasan-alasan tersebut ,maka penulis mengambil judul “Mengatasi Inflasi dan Riba Dengan Menggunakan Dinar Dirham”

1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas penulis ingin mencari :
1. Bagaimana mengatasi inflasi ?
2. Bagaimana mengatasi riba ?
3. Bagaimana perspektif Islam dalam memandang inflasi ?
 
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah :
1. Mengetahui cara mengatasi inflasi
2. Mengetahui cara mengatasi riba
3. Mengetahui bagaimana perspektif Islam dalam memandang inflasi
 
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat dari penulisan ini adalah :
1. Untuk mengetahui hal yang belum kita ketahui
2. Untuk memberikan pengetahuan yang kami tahu kepada yang belum tahu
 
1.5 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Deskriptif-analisis melalui kajian-kajian pustaka atau studi literatur yang ada kaitannya dengan fokus masalah dalam tugas pembuatan skripsi ini, untuk itu ditempuh langkah-langkah sebagai berikut :
Pertama, meneliti sumber-sumber yang memuat tentang judul “Mengatasi inflasi dan riba dengan menggunakan dinar dirham”
Kedua, Penulis menelaah sumber lain, baik dalam bentuk buku, majalah, koran, atau internet, dan lain sebagainya. Untuk memperoleh gambaran tentang Inflasi dan Riba serta dinar dan dirham, disamping dukungan bahan pustaka lainnya terkait dengan pokok pembahasan untuk memperoleh kajian yang sistematis dan objektif dengan analisis yang mendalam.
 
1.6 Sistematika Penulisan
BAB I, PENDAHULUAN : Latar belakang masalah, Rumusan masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II, LANDASAN TEORI : Pengertian Inflasi, Dampak Inflasi, dan Indikator Inflasi, Pengertian Riba Dalam Perspektif Agama dan Sejarah, Jenis-jenis riba, Konsep Riba Dalam Perspektif NonMuslim, dan Tahap Larangan Riba Dalam Al-Qur’an.
BAB III, PEMBAHASAN : Mengatasi Inflasi dan Riba dengan menggunakan Dinar dan Dirham.
BAB V, PENUTUP : Kesimpulan dan Saran
BAB II
 
LANDASAN TEORI
 2.1 Pengertian Inflasi
Menurut Sukirno (2002,hal : 333)
Inflasi adalah kenaikan dalam harga barang dan jasa yang terjadi karena permintaan pasar bertambah lebih besar dibandingkan dengan penawaran barang di pasar .
Dapat dikatakan terjadi inflasi jika :
• Terjadi kenaikan harga
• Bersifat umum
• Berlangsung terus menerus
2.2 Dampak Inflasi
Inflasi memiliki beberapa dampak buruk terhadap individu dan masyarakat menurut Prathama Rahardja dan Mandala Manurung (2004,hal : 169)
• Menurunnya tingakat kesejahteraan masyarakat
Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi berkurang atau semakin rendah ,apabila bagi orang-orang yang berpendapatan tetap kenaikan upah tidak secepat kenaikan harga-harga ,maka inflasi ini akan menurunkan upah riil setiap individu yang berpendapatan tetap.
• Memperburuk distribusi pendapatan
Bagi masyarakat yang berpendapatan tetap akan mengalami kemorosotan nilai riil dari pendapatannya dan pemilik kekayaan dalam bentuk uang akan mengalami penurunan juga .Akan tetapi bagi pemilik kekayaan tetap dapat mempertahankan atau justru menambah nilai riil kekayaannya.
• Terganggunya stabilitas ekonomi
Inflasi mengganggu stabilitas ekonomi dengan merusak perkiraan atas kondisi di masa depan para pelaku ekonomi .Sehingga hal ini akan mengacaukan stabilitas dalam perekonomian pada suatu negara.
2.3 Indikator Inflasi
Ada beberapa indikator makroekonomi yang digunakan untuk mengetahui laju inflasi selama satu periode tertentu, yaitu :
• Indeks Harga Konsumen (Consumer Price Index)
Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka indeks yang menujukkan tingkat harga barang dan jasa yang harus dibeli konsumen dalam satu periode tertentu. Adapun rumus perhitungan IHK adalah sebagai berikut:
(IHK – IHK -1)
Inflasi = x 100%
IHK -1
LAPORAN INFLASI (Indeks Harga Konsumen)
Berdasarkan perhitungan inflasi tahunan
Bulan Tahun
Tingkat Inflasi
November 2011 4,15%
Oktober 2011 4,42%
September 2011 4,61%
Agustus 2011 4,79%
Juli 2011 4,61%
Juni 2011 5,54%
Mei 2011 5,98%
April 2011 6,16%
Maret 2011 6,65%
Februari 2011 6,84%
Januari 2011 7,02%
Desember 2010 6,96
November 2010 6,33
Oktober 2010 5,67
September 2010 5,80
Agustus 2010 6,44
Juli 2010 6,22
Juni 2010 5,05
Mei 2010 4,16
April 2010 4,91
Maret 2010 3,43
Februari 2010 3,81
Januari 2010 3,72
• Indeks Harga Perdagangan (Wholessale Price Index)
Jika IHK melihat inflasi dari sisi konsumen ,maka indeks harga perdagangan (IHPB) melihat inflasi dari sisi produsen .IHPB menunjukkan tingkat harga yang diterima produsen pada berbagai tingkat produksi.Prinsip menghitungnya IHPB ,yaitu :
(IHPB – IHPB -1)
Inflasi = x 100%
IHPB -1
• Indeks Harga Implisit (GDP Deflator)
Meskipun sangat bermanfaat IHK dan IHPB ,namun memberikan gambaran laju inflasi yang terbatas karena hanya dapat melokupi beberapa puluh / ratus barang. Maka untuk mendapatkan laju inflasi yang lebih dari ,dengan menggunakan indeks harga implisit(GDP deflator) disingkat IHI. Perhitungan menghitungnya IHI yaitu:
(IHI– IHI -1)
Inflasi = x 100%
IHI -1
2.4 Pengertian Riba Perspektif Agama dan Sejarah
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan).Dalam pengertian lain secara linguistik,riba juga berarti tumbah dan membesar.Adapun menurut istilah teknis ,riba berarti pengambilan tambhan dari harta pokok atau modal secara batil .Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba ,namun secara umum terdapat benag merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan tambahan,baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batilnatau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya,
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan janganlah kamu membunuh dirimu, Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.
Dalam kaitannya dengan pengertian al-bathil dalam ayat tersebut, Ibnu al-arabi al-maliki dalam kitabnya, Ahkam Al-Qur’an, menjelaskan. “Pengertian riba secara bahasa adalah tambahan, namun yang dimaksud riba dalam ayat al-qur’an yaitu setiap penambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang di benarkan syariah.”
Yang di maksud dengan transaksi pengganti atau penyeimbang yaitu transaksi bisnis atau komersial yang melegtimasi adanya penambahan tersebut secara adil, seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek. Dalam transaksi sewa si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang dinikmati, termasuk menurunnya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa.
2.5 Jenis –jenis Riba
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua.Masing-masing adalah riba utang-piutang dan riba jual beli.Kelompok pertama terbagi menjadi :
• Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertebtu yang disyaratkan terhadap yang berberutang(muqtaridh).
• riba jahiliyyah
utang dibayar lebih dari pokoknya karena si peminjam tidak mampu membayar utangnya pada waktu yang ditetapkan.
Adapun kelompok kedua ,riba jual beli yang terbagi menjadi :
• Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar yang berbeda ,sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.
• Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya.Riba dalam nasi’ah muncul ada karena adanya perbedaan ,perubahan ,atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dan yang diserahkan kemudian.
2.6 Konsep Riba Dalam Perspektif NonMuslim
Riba bukan hanya merupakan persoalan masyarakat islam, tetapi karena kalangan diluar islam pun memandang serius persoalan ini. Karenanya, kajian terhadap maslah riba dapat dirunut mundur hingga lebih dari dua ribu tahun silam. Maslah riba telah menjadi bahan bahasan kalangan yahudi, yunani, demikian juga romawi. Kalangan kristen dari masa ke masa juga mempunyai pandangan tersendiri mengenai riba.
Karena itu, sepantasnya bila kajian tentang riba pun melihat perspektif dari kalangan non muslim tersebut. Ada beberapa alasan mengapa pandangan dari kalangan non muslim tersebut perlu juga di kaji.
Pertama, agama islam mengimani dan menghormati Nabi Ibrahim, Ishak, Musa, dan Isa. Nabi-nabi tersebut di imani juga oleh orang yahudi dan nasrani. Islam juga mengakui kedua kaum ini sebagai ahlli kitab karena kaum yahudi di di karuniai oleh Allah SWT kitab taurat, sedangkan kaum kristen di karuniai kitab injil.
Kedua, pemikiran kaum yahudi dan kristen perlu di kaji karena sangat banyak tulisan mengenai bunga yang dibuat para pemuka agama tersebut.
Ketiga, pendapat orang-orang yunani dan romawi juga perlu diperhatikan karena mereka memberikan kontribusi yang besar pada peradaban manusia. Pendapat mereka juga banyak mempengaruhi orang-orang yahudi dan kristen serta islam dalam memberikan argumentasi sehubungan dengan riba.
2.7 Tahap Pelarangan Riba Dalam Al-Qur’an
 Tahap pertama :
 Menolak anggapan bahwa pinjaman riba yang pada zahirnya seolah-olah menolong mereka yang memerlukan sebagai suatu perbuatan mendekati atau taqarrub kepada Allah SWT
“Dan suatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia menambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan, apa yang kamu berikan kerupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipatgandakan (pahalanya) – (Q.S. Ar Rum (30) : 39)
 Tahap kedua
 Riba digambarkan sebagai suatu yang buruk. Allah SWT mengancam akan memberi balasan yang keras kepada orang Yahudi yang memakan riba
“Maka disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi (manusia) dari jalan Allah, dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dilarang darinya, dan karena mereka memakan harta orang dengan jalan yang batil. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih” ( QS. An Nisa’(4) : 160-161)
 Tahap ketiga
=>riba diharamkan dengan dikaitkan kepada suatu tambahan yang berlipat ganda.
=>Paa ahli tafsir berpendapat bahwa pengambilan bungan dengan tingkat yang cukup tinggi merupakan fenomena yang banyak dipraktekkan pada masa tersebut.
“Hai orang-orang yang beriman, jangnlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan” (QS. Ali Imran : 130)

BAB III
PEMBAHASAN
4.1 Mengatasi Inflasi
Mewujudkan inflasi nol persen secara terus-menerus dalam perekonomian yang sedang berkembang adalah sulit untuk dicapai .Oleh karena itu ,dalam jangka panjang yang perlu diusahakan adalah menjaga agar tingkat inflasi berada pada tingkat yang sangat rendah. Untuk menjaga kestabilan ekonomi,pemerintah perlu menjalankan kebijakan menurunkan tingkat inflasi karena bagaimanapun pemerintah mempunyai peranan yang penting dalam mengendalikan laju inflasi sebab terjadi atau tidaknya inflasi tergantung dari kebijakan-kebijakan pemerintah dalam menjalankan roda perekonomian .Kebijakan – kebijakan yang digunakan untuk mengatasi masalah inflasi ,yaitu :
1. Kebijakan Fiskal
Ada dua kebijakan fiskal yang bisa dilaksanakan oleh pemerintah untuk menekan tingkat inflasi ,yaitu :
• Meningkatkan Pajak
• Mengurangi Pengeluaran Pemerintahan
2. Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter ialah peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh otoritas moneter (bank sentral) untuk mengendalikan jumlah uang berdar.Pada saat terjadinya inflasi bank sentral dapat melakukan operasi pasar terbuka (open market operations), menarik uang dari sistem perbankan ,menaikkan tingkatdiskonto (interest or discount rate).
Dan pemerintah juga dapat pula menerapkan kebijakan uang ketat(tight money policy) yang merupakan salah satu kebijakan yang ampuh untuk mengatasi terjadinya inflasi .Karena kebijakan ini mempengaruhi seluruh sektor perekonomian ,dengan demikian seluruh sektor perekonomian akan mengalami kemacetan dalam menjalankan aktivitasnya,dan tingkat inflasi dapat menurun tajam.Kebijakan ini pernah berlaku di Indonesia pada tahun 1990 dan hasilnya terlihat dimana menurunya tingkat inflasi pada tahun 1992.
Sebaliknya, Islam biasa menggunakan emas dan perak sebagai mata uang Dinar dan Dirham. Pada zakat yang jadi patokan juga emas dan perak. Misalnya nisab emas untuk zakat adalah 85 gram emas. Bukan uang kertas. Akibatnya nilainya selalu relevan. Tidak terlalu kecil, tidak pula terlalu besar.
Emas dan Perak karena punya nilai riel dibanding kertas, lebih stabil dan lebih tahan terhadap inflasi. Contohnya, 1 dinar (4,25 gram emas 22 karat) pada zaman Nabi bisa dipakai untuk membeli 1-2 ekor kambing. Ada satu hadits yang merupakan bukti sejarah stabilitas uang dinar di Hadits Riwayat Bukhari sebagai berikut:
”Ali bin Abdullah menceritakan kepada kami, Sufyan menceritakan kepada kami, Syahib bin Gharqadah menceritakan kepada kami, ia berkata, “Saya mendengar penduduk bercerita tentang ’Urwah, bahwa Nabi saw. memberikan uang satu Dinar kepadanya agar dibelikan seekor kambing untuk beliau, lalu dengan uang tersebut ia membeli dua ekor kambing, kemudian ia jual satu ekor dengan harga satu Dinar. Ia pulang membawa satu Dinar dan satu ekor kambing. Nabi saw. mendoakannya dengan keberkatan dalam jual belinya. Seandainya ‘Urwah membeli tanahpun, ia pasti beruntung.” (H.R.Bukhari)
Saat ini pun dengan kurs 1 dinar = Rp 1,7 juta, kita bisa mendapat 1 kambing besar atau 2 ekor kambing kecil. Stabil bukan? .Begitu pula stabilitas uang perak Dirham bisa kita buktikan pada surat Al Kahfi ayat 19:
“…Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu…” [Al Kahfi 19]
Nah dengan asumsi pemuda tersebut membawa 3 uang perak/dirham yang saat ini nilainya Rp 40.000 dan jumlah pemudanya 5 orang, maka harga makanan per-porsinya sekitar Rp 24.000 saja. Tidak jauh beda dengan makanan sekarang untuk kurun waktu ribuan tahun.
Ini jauh beda dengan dollar di mana dalam kurun waktu 100 tahun saja nilainya tinggal 0,04 dari sebelumnya. Jadi jika kita di tahun 1900 bisa beli 1 porsi makanan dengan nilai US$ 0,25 (1/4 dollar), tahun 2000 harus US$ 10!
Jadi jika kita menjual barang dengan uang dinar dan dirham, kita tidak perlu repot menaikkan harga lagi. Sebab nilai uang kita otomatis mengikuti nilai-nilai barang lainnya karena sama-sama barang/commodity money.
Para buruh juga tidak perlu lagi demo minta kenaikan gaji karena dengan gaji dinar/dirham, gaji mereka tidak digerus inflasi sebagaimana yang terjadi pada uang kertas/Fiat Money. Dan sebetulnya emas dan perak sudah biasa digunakan di berbagai negara baik di Eropa dan Amerika dari sebelum kekaisaran Romawi hingga abad 19.

4.2 Mengatasi Riba
Dari sini jelas terlihat posisi uang kertas dalam muamalah Islam. Dalam islam semua transaksi jual beli harus memenuhi tiga syarat:
1. Sukarela atau disebut antaroddin minkum,
2. Setara atau disebut mithlan bi mithlin, dan
3. Kontan atau disebut yaddan bi yaddin.
Uang kertas, namanya dolar, euro atau pounsterling atau apa saja, tidak dapat memenuhi ketiga syarat tersebut. uang kertas tidak sukarela, tidak setara, dan tidak kontan. jadi, mau buat beli telor, beras, kambing atau buat membayar apa pun, uang kertas tidak bisa digunakan, batil, haram hukumnya.
Uang kertas tidak dapat memenuhi ketiga syarat jual-beli tersebut, karena di dalamnya mengandung dua jenis riba sekaligus yaitu:
1.Riba al Fadl (karena ketidaksetaraannya itu), dan
2.Riba an Nasiah (karena penundaan pembayarannya) tersebut. Jadi jelas, uang kertas itu, haramnya berlipat dua. 
Hari ini uang kertas dan sistem perbankan riba dimasukan ketengah kaum muslim Indonesia yang di integrasikan (dimapankan) lewat kuda trojan bernama demokrasi.
Dengan melihat hal tersebut di atas, seharusnya tak hanya bank yang dianggap sebagai biang kerok riba tapi kita pun bisa dipersalahkan jika menerimanya riba yang bukanlah sesuatu yang jauh disana yang seolah asing bagi kita. Untuk menyelesaikan urusan jaman riba ini, sadarilah bahwa riba sebagai bagian cara berniaga kita sehari-hari. Kita dibuat begitu tergantung pada amalan riba ini dan jalan keluarnya adalah ubahlah cara berniaga kita sehari-hari hingga tak lagi bergantung pada riba. Inilah kewajiban kita bersama dalam mentaati Allah dan rasul-Nya.
Beberapa orang yang katanya ‘pintar’ atau orang-orang yang sudah apatis menyangka bahwa kita tidak mungkin meninggalkan uang-kertas dan perbankan. Padahal, meninggalkan riba bukanlah perkara yang mustahil, melainkan inilah yang termudah. Dimulai dengan kembali kepada dinar dan dirham. Sebab Allah subhanahu wa ta`ala tidak membebankan kewajiban pada setiap manusia di luar kemampuannya. Allah subhanahu wa ta`ala memberikan jalan keluar yang harus dikerjakan oleh muslim hari ini di Nusantara yakni meninggalkan riba dan memerangi para lintah darat (periba).
Meninggalkan riba berarti menciptakan (mengembalikan) cara berniaga (jual-beli) yang halal diantara kita, dimulai dengan di gunakannya kembali Dinar-Dirham. Dan memerangi periba (harb) adalah dengan mengamalkan kembali segala cara hidup yang sesuai dengan tuntunan syari’ah yang secara otomatis akan menghancurkan sarana ribawi mereka. Keduanya hal ini harus dikerjakan secara bersamaan, karena kurang bijak jika kita menyeru dan mengajak muslim dan umum untuk meninggalkan sistem ribawi bila di saat yang sama tiada pilihan lain yang ditawarkan, dan alhamdulillah dalam hal ini di Indonesia telah beredar dinar dirham yang telah dicetak oleh muslim indonesia melalui Pelopor Pencetakan dinar dirham Mandiri dari Islamic Mint Nusantara (2000). Inilah tugas kita bersama yang ada di hadapan Muslimin hari ini. Ketaatan kepada Allah dan rasulNya adalah kunci kemenangan.
Dengan kita telah memahami pengertian riba di atas yang telah dijelaskan oleh Ibn Rusd yang mengacu kepada empat Ulama Madhab, maka kita melihat Islam hari ini jadi jelas apa posisi pembaharu islam yang berusaha mengislamkan kapitalis yaitu sistem riba dan uang kertas, maka menciptakan Bank Islam atau bank Syariah, para pembaharu ini dengan sengaja atau tidak telah mengabaikan aspek pengertian riba dan uang kertas dengan meredefinisi pengertian riba dengan tujuan untuk memasukan sistem ekonomi modern atau kapitalisme yang sepenuhnya berdasarkan riba melalui demokrasi kedalam kehidupan muslim hari ini. Mari kita tinggalkan riba dan uang kertas, Mari kita gunakan dinar dan dirham.
 
4.3 Perspektif Islam Dalam Memandang Inflasi
Ekonomi Islam merupakan ikhtiar pencarian sistem ekonomi yang lebih baik setelah ekonomi kapitalis gagal total.Bisa dibayangkan betapa tidak adilnya ,betapa pincangnya akibat sistem kapitalis yang berlaku sekarang ini,yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin .Selain itu,dalam pelaksanaannya,ekonomi kapitalis ini banyak menimbulkan permasalahan .Pertama ,ketidakadilan dalam berbagai macam kegiatan yanh tercermin dalam ketidakmerataan pembagian pendapatan masyarakat.Kedua,ketidakstabilan dari sistem ekonomi yang ada saat ini memimbulkan berbagai gejolakdalam kegiatannya .Dan dalam ekonomi islam ,hal yang demikian itu insya Alla tidak akan terjadi.
Dalam Islam tidak kenal dengan inflasi,karena mata uang yang dipakai adalah dinar dan dirham ,yang mana mempunyai nilai yang stabil dan dibenarkan oleh Islam .Adirwaman Karim mengatakan bahwa Syekh An-Nabhani(2001:147) memberikan beberapa alasan mengapa mata uang yang sesuai itu adalah dengan menggunakan emas .Ketika Islam melarang pratek penimbunan harta ,padahal harta itu mencakup semua barang yang bisa dijadikan sebagai kekayaan
• Islam telah mengaitkan emas danperak dengan hukum yang baku dan tidak berubah-ubah ,ketika islam mewajibkan diat,maka yang dijadikan sebagai ukurannya adalah bentuk emas
• Rasulullah telah menetapkan emas dan perak sebagai mata uang dan beliau menjadikan hanya emas dan perak sebagai standar uang
• Ketika Allah SWT mewajibkan zakat uang ,Allah telah mewajibkan zakat tersebut dengan nisab emas dan perak
• Hukum-hukum tentang pertukaran mata uang yang terjadi dalam transaksi uang hanya dilakukan dengan emas dan perak ,begitu pun dengan transaksi lainnya hanya dinyatakan dengan emas dan perak
Penurunan nilai dinar atau dirham memang masih mungkin terjadi,yaitu ketika nilai emas yang menopang nilai nominal dinar itu mengalami penurunan .Diantaranya akibat ditemukannya emas dalam jumlah yang besar ,tapi keadaan itu kecil sekali kemungkinannya.
Kondisi defisit pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan ini hanya terjadi satu kali ,yaitu sebelum perang hunain.Walaupun demikian, Al-Maqrizi membagi inflasi kedalam dua macam ,yaitu inflasi akibat berkurangnya persediaan barang dan inflasi akibat kesalahan manusia.Inflasi jenis pertama inilah yang pernah terjadi pada zaman Rasulullah dan khulafatur rasyidin ,yaitu karena kekeringan atau karena peperangan .Inflasi akibat kesalahan manusia ini disebabkan oleh tiga hal ,yaitu korupsindan administrasi yang buruk ,pajak yang memberatkan,serta jumlah uang yang berlebihan . Kenaikan harga-harga yang terjadi adalah dalam bentuk junlah uangnya,bila dalam bentuk dinar jarang sekali terjadi kenaikan .Al-Maqrizi mengatakan supaya jumlah uang dibatasi hanya pada tingkat minimal yang dibutuhkan untuk transaksi pecahan yang kecil saja

BAB IV 
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari uraian yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya ,berdasarkan data-data yang diperoleh menghasilkan kesimpulan sebagai berikut :
• Indonesia dapat mengatasi inflasi ,bila pemerintah dan bank sentral menjamin jumlah uang yang diedarkan sama dengan jumlah emas yang ada di bank sentral
• Jika negara ini mau menggunakan dinar dirham sebagai mata uang ,maka negara ini akan terbebas dari krisis ekonomi, karena dinar dirham dianggap juga sebagai commodity money.
• Negara mengganti sistem yang digunakan sekarang (kapitalis) dengan sistem islam yang dapat memajukan negara ini ,serta mengurangi bahkan mengapus kemiskinan yang ada di negara ini.
• Indonesia tidak akan mengalami inflasi bila permintaan konsumen yang tidak terlalu tinggi dan persamaan pada nilai mata uang dinar dan dirham yang apabila kita gunakan di negara ini.
• Apabila sistem yang diterpakan oleh pemerintah kita adalah sistem islam dan bukan kapitalis, dan bukan pula pajak yang harus di bayar oleh penduduk negara kita tetapi zakat yang perlu diterapkan dan dibayarkan
.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan maka penulis mencoba untuk memberikan beberapa saran yang mukin dapat dipertimbangkan, yaitu :
• Pemerintah mengganti sistem kapitalisme yang selama ini diterapkan oleh negara kita, dan berganti sistem yaitu sistem islam yang diterapkan dan dipakai oleh pemerintah indonesia.
• Bank sentral meminimalkan peredaran mata uang yang beredar sesuai dengan kebutuhan masyarakat saja untuk mencapai keseimbangan pada peredaran mata uang di indonesia.
• Dan yang peling utama penulis menyarankan agar kita tidak melakukan riba, dan memusnahkan para lintah darat yaitu pecinta riba.

DAFTAR PUSTAKA
Al Arif Nur rianto, M S.E.,M.Si.Teori Makro Ekonomi Islam: Konsep, Teori, Analisis.Edisi 1.Bandung : Alfabeta,2010
Antonio Syafi’i,Muhammad.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek .Edisi 1. Jakarta : Gema Insani.2001
Antonio Syafi’i, Muhammad. Bank Syariah dari teori ke praktek. Edisi 1. Jakarta: Gema Insani.2001
Huda ,Nurul dkk.Ekonomi Makro Islam : Pendekatan Teoritis .Edisi 1.Cet .2 Jakarta : Kencana,2009

Komentar